Friday, November 2, 2007
Kenapa Harus Sama Sih?
Karya Risna Keren W

Rika adalah siswi kelas 3 sebuah SMU Negeri di Jakarta. Kehidupannya sehari-hari hanya diisi dengan kesibukan sekolahnya. Tak pernah ia direpotkan dengan kenangan-kenangan cinta yang sangat membingungkan itu.
Waktu malam hari hanya dihabiskannya dengan mendekam di dalam kamar ditemani buku-buku pelajaran atau membantu ibunya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan ringan dalam rumah. Kalaulah kadang-kadang pada suatu malam dia terlihat pergi ke rumah teman-temannya, itu hanya sebatas menonton film dan belajar kelompok bersama.
Rika merupakan salah satu murid yang pintar dan mendapat tempat teristimewa di hati teman-temannya dan guru-gurunya karena ia mempunyai hati seputih salju dan kesederhanaannya sehingga sangat memikat hati teman-teman dan guru-guru. Tak aneh bila Rika merasa lebih berbahagia dibanding teman-temannya yang lain.
Dengan dunianya itu, Rika merasa tak perlu mengkhayal sesuatu yang lebih. Tak pernah timbul keinginannya untuk mengkhayal yang bukan-bukan atau membayangkan bahwa di balik kehidupan yang sedang ia nikmati dengan tenang itu ada semacam kehidupan yang didambakan setiap gadis.

Tetapi pada suatu pagi tukang pos menyampaikan sepucuk surat. Sebelum dibukanya, diperikasanya sampul surat itu. Diperhatikannya lama-lama, seakan-akan di belakang surat itu ada sepasang mata yang menatap dengan pandangan yang tidak dipahami dan belum pernah dilihatnya. Pada sampul terbaca: Yang tercinta Rika.
Tulisan siapkah? Ia ragu-ragu, ia ingin membuka tetapi tidak ia lakukan. Diam-diam ia menyimpannya di dalam tas. Untuk kali pertama Rika merasa perlu menghindar sejenak dari teman-temannya. Ia pergi ke belakang sudut kelas lalu membaca surat itu.
Sayangku Rika,
Selama berhari-hari aku tak dapat melihatmu. Aku merasakan hidup ini seperti kehilangan separuh hatiku. Takdir yang membuat kita berjauhan saat ini sungguh menyiksa.
Begitu tiba-tiba perpisahan ini, sedangkan aku masih bingung. Aku tak pamit dan tak memberitakannya padamu. Lalu aku pergi tanpa kau ketahui.
Mudah-mudahan engkau mengerti kenapa aku tak dapat datang. Aku mohon maaf. Tak lama lagi kita akan berjumpa kembali. Lalu kita akan bercerita dan tertawa bersama bila kita mengingat saat-saat yang pernah kita lalui dahulu. Kamu tentu mau memaafkan aku setelah kita berpisah begitu lama. Sudah dua hari aku berada di tempat jauh ini. Hari-hari bagaikan malam-malam panjang yang tiada berujung. Lalu bagaimana bila sampai 30 hari?
Tunggulah aku hingga nanti kita akan bertemu kembali dan aku akan menyerahkan hatiku padamu.

Jari-jemari Rika membeku, bibirnya bergetar. Kepalanya pusing sekali memikirkan setiap kata yang ada di dalam surat itu. Surat yang dibacanya itu hampir tak terlihat olehnya. Waktu membaca akhir surat itu, ia merasakan seperti terjatuh dari tempat yang sangat tinggi ke lembah yang begitu indah.
Dibacanya surat itu sekali lagi dan sekali lagi. Dilipatnya surat itu dengan hati-hati, kemudian dimasukkannya ke dalam sampul suratnya.
“Siapakah dia? Dimanakah dan kapankah dia melihatku?” pikirnya. Heran! Seorang pemuda mencintainya sedangkan ia sendiri tidak tahu siapa pemuda itu. Ia tak menyadarinya dan tak pernah memandangnya. Akhirnya takdir membuat terjadinya perpisahan. Kini semuanya hanya dicurahkan dalam sepucuk surat.
Rika merasa sudah terlalu lama meninggalkan teman-temannya. Ia memperbaiki pakaiannya lalu kembali ke teman-temannya. Tetapi Rika yang kembali itu sudah lain dengan Rika yang sebelum meninggalkan mereka tadi. Rika terlihat begitu bahagia.
Bel berbunyi, Rika dan teman-temannya bergegas masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Di saat pelajaran dimulai, ia mengeluarkan surat itu dari dalam tasnya dan membacanya lagi. Kasihku Rika….
Ternyata orang itu mengetahui namanya, sedangkan ia tak mengenalnya bahkan wajahnyapun tidak pernah terbayangkan. Benar-benar ia tidak mengetahui orang itu. Sudah berapa kalikah orang itu melihat atau mendengar ia berbincang-bincang dengan teman-temannya di jalan atau di tempat-tempat lain tanpa disadarinya?
Aku akan menyerahkan hatiku padamu.
Jantungnya berdebar-debar ketika membaca akhir kalimat surat itu dan sekujur tubuhnya dingin bagaikan mayat hidup. Sambil menggigit bibir dan terus membaca surat itu dengan hati bingung.
Waktu sore tiba, Rika duduk di teras menunggu bulan bersinar dan malampun tiba, sambil menghitung-hitung hari.
Semenjak itu kebiasaan Rika berubah. Ia bagaikan berada di dalam dunia lain yang baru dikenalnya setelah peristiwa itu. Ia merasa menjadi bertambah semangat, setelah mengetahui bahwa hari esok akan datang. Malam demi malam dilaluinya dengan berbagai impian. Khayalannyapun ke mana-mana.
Setelah dua minggu ia merenungkan isi surat itu, terdengarlah suara kalbunya bahwa ia mencintai orang itu. Telah terbayang olehnya orang yang mengirim surat itu, walaupun ia belum pernah melihatnya. Dan terbayang pula olehnya saat ia berjumpa dengannya.
Tinggal dua hari waktu pertemuan dengan orang itu akan tiba. Jantungnya berdebar-debar. Ketika ia sedang berdiri di teras, ia mendengar bel berbunyi. Tiga orang temannya berkunjung yakni Sinta, Finza dan Claura. Sintapun bertanya pada Claura, “Kapan kakakmu akan datang?”
“Oh, ya, aku ingat! Terima kasih kamu mengigatkanku. Baru-baru ini kakakku megirimkan surat. Ia mengeluhkan pacarnya. Ia telah menulis surat untuk pacarnya tapi pacarnya itu belum membalasnya sampai hari ini. Akhirnya aku temui saja pacarya itu kemarin. Rupanya ia sedang marah kepada kakakku karena katanya kakakku belum pernah mengirimkan surat kepadanya semenjak kepergian kakakku. Kalian percaya atau tidak?” jawab Claura sambil tertawa.
Rika tak bergerak sedikitpun di tempat duduknya. Ia hanya tersenyum mendengar cerita itu. Ia teringat akan surat yag diterimanya. Ia tak tahu harus kemana membelas surat itu, bahkan pengirimnyapun tidak ia kenali.
Rika pergi ke dapur untuk mengambil makanan ringan dan minuman untuk teman-temannya. Sedangkan teman-temannya memperbincangkan pertengkaran sepasang kekasih.
“Betulkah kakakmu menulis surat cinta untuk pacarnya?” tanya Finza.
“Tidak. Aku yakin bahwa kakakku benar dan pacarnya itu benar-benar belum menerima surat itu.” kata Claura.
“Oh, mungkin surat kakakmu belum sampai?” sahut Sinta.
“Untungnya Rika percaya pada ceritaku. Ia telah berjanji akan menulis surat walau tak pernah menerima surat dari kakakku.” kata Claura sambil tertawa.
Rika terkejut ketika namanya disebut-sebut dalam percakapan itu.
“Apa?” tanyanya cepat.
"Ei! Dimana kamu? Oh, ya aku lupa mengatakan kepadamu bahwa pacar kakakku itu bernama Rika, sama seperti namamu.” kata Claura sambil tertawa.
Rikapun tersenyum sedikit, bibirnya terus saja membuka sedangkan mataya berkedip-kedip melihat ke bawah. Ia kemudian terbata-bata. Jelaslah semua keadaan yang sebenarnya. Surat itu bukanlah untuknya. Terbangunlah ia dari mimpi indah yang selama beberapa hari ia rasakan.
Dengan lesu ia bangun dari tempat duduknya dan lari menuju kamarnya. Lalu ia membuka tasnya dan mengambil surat itu dari dalam tasnya. Disobek-sobeknya surat itu sehingga berupa serpihan. Lalu iapun jatuh di atas tempat tidurnya sambil menangis.
Rika sedang dalam perjalanan pulang sekolah. Ketika ia melihat sepasang mausia berjalan sambil bergandengan tangan, hatinya serasa diiris-iris. Ia berbalik arah lalu menemui teman-temannya untuk mendapatkan pelipur laranya. Iapun berbincang-bincang dengan teman-temannya, tapi airmatanya tak bisa tertahankan lagi dan iapun menangis. Ia langsung menutup wajahnya agar teman-temannya tidak tahu akan kesedihannya. Meskipun begitu teman-temannya tahu kalau dia lagi bersedih, lalu mereka mengelilinginya. Merekapun jadi ikut menangis sambil bertanya-tanya.
Dipandangnya teman-temannya lalu terseyum. Hilanglah kesedihannya. Ia merangkul teman-temannya.
“Teman-teman, aku tak akan bersedih lagi selama kalian ada di samingku. Kalian teman-temanku yang paling aku sayangi dan aku tidak akan pernah meninggalkan kalian.”
posted by Kherenz @ 7:59 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
About Me


Name: Kherenz
Home: surabaya, eastjava, Indonesia
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Free Blogger Templates